Kamis, 21 April 2011

Jadilah Seperti Aku, Hanoman Putra Bayu

Aku memang tak setampan ayahku
Namun, dari sudut hati yang paling dalam
Ku mau buktikan pada dunia
Bahwa aku pantas diperanakkan oleh Mahadewa

Bulu yang melebat di tubuhku
Tidak kugunakan sebagai pelindung hitam dan kotor dadaku
Putih warnanya akan mengingatkanku
Pada kepala, dada, dan bicara yang sama

Aku memang bukan jenis yang menentukan kebijakan
Tetapi aku menyerahkan setiap desah napas dan tetesan darah
Untuk menyelesaikan tugas yang kuemban
Tak peduli apakah tempatku di depan, atau di belakang
Sebab, di manapun aku berada
Di situ darmaku diperlukan

Aku tak gentar oleh lautan api
Tak surut oleh samudera raya
Tak silau musuh di medan laga
Aku cuma takut pada diriku sendiri
Karena dialah musuh yang paling sulit kutundukkan
Dan hidup bagiku suka cita
Bukan beban


(Jantung Kalimantan, April 21, 2011)
- Terinspirasi dari antologi puisi karya Karsono H Saputra -

Rabu, 20 April 2011

Bisa Jadi Penyiar Karena Jasa RA Kartini

RA Kartini telah ‘pergi’ lebih dari seabad silam. Namun, semangatnya membela hak perempuan, abadi hingga sekarang. Semangat itulah yang mengilhami tiap perempuan untuk mampu berperan sejajar dengan laki-laki.

Sejak bangku sekolah dasar, bahkan taman kanak-kanak, nama Raden Ajeng (RA) Kartini telah diperkenalkan sebagai salah satu kesuma bangsa. Perempuan kelahiran Jepara 21 April 1879 dan wafat 17 September 1904 itu memang pantas untuk dikenang. Jasanya dalam mendobrak batasan-batasan seorang perempuan masa lalu, menjadi inspiarasi setiap perempuan Indonesia saat ini untuk mampu berperan sejajar dengan laki-laki dalam memajukan negeri.
Jasa besar seorang Kartini itu juga dirasakan Listya Sabtiani, dara kelahiran Palangka Raya, 21 tahun lalu. Salah satu penyiar PRO 2 Radio Republik Indonesia (RRI) Palangka Raya.
“Tanpa semangat emansipasi yang digagas Kartini, aku nggak bisa siaran kali ya. Sebagai perempuan mungkin aku hanya menghabiskan waktu di rumah saja, sesuai perintah orangtua,” ujarnya saat dibincangi Tabengan, Rabu (20/4).
Dikatakannya, karena perjuangan Kartini-lah pola pikir dan pemahaman masyarakat, termasuk orangtua terhadap upaya pengembangan anak perempuannya, menjadi terbuka. Salah satu contohnya, aktivitas di luar rumah bagi kaum perempuan yang di masa lampau dianggap tabu, kini menjadi hal yang lumrah, bahkan positif.
“Atas perjuangan Kartini, perempuan sekarang tak lagi hanya menghabiskan waktu di dapur, semuru, dan kasur. Mereka mendapat kesempatan untuk mengembangkan kariernya,” ungkapnya.
Tya, demikian mahasiswi Unpar itu biasa disapa, menyebut, perempuan secara kodrati memang memiliki banyak keterbatasan dibanding lelaki. Namun, perempuan juga punya potensi yang bisa dikembangkan tanpa meninggalkan tanggung jawab utamanya, khususnya sebagai ibu rumah tangga.
Belakangan, saat kesetaraan gender semakin didengungkan, batasan-batasan kaum perempuan pun semakin menipis. Tak pelak, makin banyak perempuan di negeri ini yang mampu menunjukkan karyanya bagi kemajuan negara. Di antaranya di bidang politik, sosial, seni budaya, dan lain-lain.
“Semua kembali ke pola pikir perempuan itu sendiri. Kalau dia ingin maju dan punya potensi, di era kesetaraan gender sekaranglah waktunya,” ungkapnya.
Aktivitas ‘cuap-cuap di udara’ sendiri telah dijalani Tya tiga tahun terakhir. “Dulu waktu sekolah suka dengar radio, jadi penasaran gimana sih aktivitas penyiar itu. Terus, pas masuk universitas ini, aku merasa perlu ada aktivitas tambahan selain cuma kuliah dan tinggal di rumah,” ujar anak kedua dari tiga bersaudara pasangan Andy Sunandar dan Tin Wartini Rahayu itu.
Saat pihak RRI membuka lowongan karyawan untuk tenaga broadcasting, Tya memberanikan diri memasukkan lamaran. Ia diterima dan kemudian menjalani sejumlah tes serta proses magang.
“Awal siaran kagok juga ya. Cuma, aku terus dimbimbing oleh senior secara bertahap, hingga kemudian bisa siaran sendiri,” ungkap pembawa acara ‘Musik Spirit Pagi’ dan ‘Duta Kampus’ tersebut.
Tya menambahkan, dari aktivitas siaran, dirinya mendapat banyak manfaat. Di antaranya, menambah wawasan pengetahuan, bisa berinteraksi dengan banyak orang, dan menambah pengetahuan tentang dunia kerja.
“Aku jadi tau gimana susahnya cari uang. Alhamdulillah, aku yang dulunya suka minta jajan dari orangtua, sekarang sudah nggak lagi. Aku juga bisa membiayai kuliahku dari pekerjaan ini,” akunya.
Di tengah kesibukan sebagai mahasiswi dan penyiar radio, pola pembagian waktu menjadi hal yang paling utama bagi Tya. Tak pelak, disiplin waktu merupakan hal yang tak pernah ia lepaskan dalam menjalankan aktivitas sehari-harinya.
Ia mengaku, selalu punya keinginan untuk terus mengambangkan diri. Dara manis penyuka style siaran ala presenter Fany Rose itu juga tak menampik jika suatu saat ia berkreasi di bidang yang lain, termasuk dunia broadcasting televisi.
“Aku maunya mengalir aja. Sekarang lagi fokus siaran dan kuliah. Kalau kelak ada kesempatan dan tantangan yang lebih bagus, kenapa tidak,” ujarnya. saripudin

BIODATA:
Nama: Listya Sabtiani
TTL: Palangka Raya, 6 januari 1990
Alamat: Jalan Marina Permai Blok C No 45, Palangka Raya
Pekerjaan: Penyiar Radio PRO 2 RRI Palangka Raya
Aktivitas lain: Mahasiswi Isipol Unpar (Semester VI)
Orangtua:
- Andy Sunandar BSc (Ayah)
- Tin Wartini Rahayu (Ibu)

Selamat Jalan Sahabat...

IN MEMORIAM
Wartawan Kuala Kapuas Berpulang
PALANGKA RAYA, Tabengan: Dunia pers Kalteng berduka. Seorang insan pers yang selama ini menjalankan tugas jurnalistik di Kuala Kapuas, berpulang ke rakhmatullah.
Ia adalah Rino Cahyono, kepala biro (Kabiro) Surat Kabar Harian (SKH) Palangka Post untuk wilayah liputan Kuala Kapuas. Pria kelahiran Sampit, 1 April 1978 itu dijemput Sang Khalik pada Selasa (19/4) dinihari, karena sakit.
Almarhum yang meninggal di kota domisilinya di Kuala Kapuas kemudian dibawa ke Palangka Raya atas permintaan keluarga. Setelah disemayamkan di rumah duka keluarga di Jalan Garuda VIII, almarhum dishalatkan dan kemudian dimakamkan di TPU Muslimin, Jalan Tjilik Riwut Km2 Palangka Raya, kemarin sore.
Pemakaman dihadiri oleh seluruh anggota keluarga, rekan-rekan wartawan, awak media tempatnya bekerja, serta jajaran PWI Cabang Kalteng dan Perwakilan Kuala Kapuas.
Almarhum Rino Cahyono pergi di usia ke-33 dengan meninggalkan seorang istri dan tiga orang anak.Seluruh karier jurnalistiknya diabdikan di SKH Palangka Post perwakilan Kuala Kapuas.
Selain mengabdikan diri di media tersebut, almarhum juga aktif di lembaga Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Bahkan, saat meninggal dunia, ia memegang posisi sekretaris di PWI perwakilan Kuala Kapuas. saripudin

Rabu, 13 April 2011

Bisnis Sepatu Futsal, Ringan Tapi Menguntungkan



Dengan kreativitas, sesuatu yang rumit bisa terlihat mudah. Demikian pula halnya dalam usaha. Kreativitas bisa membuat seseorang mampu melihat peluang bisnis yang tak terpikirkan oleh orang lain.

Status sebagai bujangan tak lantas membuat Firdaus S AN berleha-leha. Masa muda justru dimaknainya sebagai masa di mana ia harus merancang masa depannya.
Berbagai kegiatan positif pun dilakukannya. Salah satunya, belajar membuka usaha. Bisnis sepatu futsal pun dipilihnya sebagai pengisi waktu luang, seusai menjalankan tugas utama selaku staf honorer Tata Usaha (TU) salah satu sekolah di Palangka Raya.
Ditemui Tabengan Rabu (14/4), Firdaus mengatakan, usaha yang dilakoninya itu sebenarnya tak pernah ia bayangkan sebelumnya. Daus, demikian pemuda kelahiran Palangka Raya, 10 April 1984 itu biasa disapa, memang merupakan penggemar olahraga futsal dan sepakbola. Dari olahraga ini pula, ia pernah meraih sejumlah prestasi di beberapa ajang turnamen maupun kompetisi resmi.
Sebagai penggemar olahraga futsal dan sepakbola, ia pun akrab dengan kelengkapan olahraga tersebut. Terutama, sepatu. Seringkali Daus membeli sepatu untuk keperluan bermain. Selain membeli di toko-toko yang ada di seputaran Kota Palangka Raya, tak jarang ia juga memesan dari forum jual beli di website internet.
“Dulunya cuma pelanggan salah satu forum jual beli (di internet). Di forum itu, saya juga sering membelikan teman-teman yang perlu sepatu futsal,” ungkapnya.
Kebiasaan itu secara tidak langsung menciptakan link usaha yang menghubungkan Daus dengan distributor sepatu. Seiring makin memasyarakatnya olahraga futsal di Palangka Raya dengan ditandai banyaknya gelaran turnamen, Daus pun tertarik untuk menekuni usaha penjualan sepatu futsal.
“Futsal mulai booming, dan turnamen-turnamen makin sering digelar. Dari situ saya berbikir kenapa nggak jualan sepatu saja sekalian,” ujar Daus.
Februari 2010 lalu, usaha itu mulai dirintisnya. Niat awalnya memang hanya coba-coba. Sebab, ia tak mungkin meninggalkan tanggungjawab utamanya sebagai staf TU di sekolah, tempat ia mengabdikan diri.
Usaha sampingan itu dirintisnya dengan modal awal relatif kecil, yakni Rp400ribu. Dengan dana itu, ia memesan tiga pasang sepatu. Kemudian, ia tawarkan ke teman-teman penggemar futsal yang dikenalnya dari mulut ke mulut.
Uang hasil penjualan itu kemudian diputarnya kembali sebagai modal bergulir. Bisnis yang dijalankan di kediamannya, Jalan Karet (Komplek Babussalam) No86 Panarung, Palangka Raya itupun kemudian berkembang.
Setahun berjalan, modal usahanya kini meningkat menjadi lebih dari Rp5 juta. “Keuntungan perbulan memang tidak menentu, antara Rp300ribu - Rp600 ribu. Pesanan paling banyak saat ada turnamen atau kompetisi,” katanya.
Daus meyakinkan, kualitas sepatu futsal yang ia tawarkan bisa diandalkan. Ia menggaransi, bila sekali pake jebol atau terbuka solnya, maka ia akan menanggung biaya perbaikan. Bila produk itu rusak berat dalam sekali pemakaian (dalam batas kewajaran), ia siap mengganti dengan barang baru.
Kualitas sepatu futsal yang ia tawarkan terbagi dalam tiga tingkatan. Di antaranya, handmade, KW, dan original. Harga per item bervariasi antara Rp90 ribu-Rp175 ribu.
Sepatu-sepatu itu disuplainya dari Jakarta, Jogyakarta, dan Surabaya. Sebagian barang merupakan handmade atau produk home industri di Jawa. Untuk jenis sepatu futsal ini, Daus bisa menjualnya dengan kisaran harga yang lebih ‘miring’ dibanding produk sama yang dijual di toko-toko. Karena itulah, dalam usahanya Daus mengusung motto ‘Murah tapi tidak murahan. Harga kampong, kualitas gedung’.
Selain memasarkan dari mulut ke mulut, Daus juga mempromosikan dagangannya melalui jejaring sosial Facebook dengan ID ‘Daus Sport Palangka Raya’, telepon/SMS: 085752382999. Ke depan, Daus juga merencanakan membuka otlet tetap. Saat ini ia mengaku sedang mengumpulkan dana untuk menyewa tempat. saripudin

BIODATA
Nama : Firdaus
TTL : Palangka Raya, 10 April 1984
Alamat : Jalan Karet (Komplek Babussalam) No86 Panarung, Palangka Raya.
Pendidikan : Sarjana S1 Administrasi Negara, Unlam
Orangtua :
- H Fahrurrazi (Ayah)
- Nurpaduaty (Ibu)
Pekerjaan :
- Honorer TU MTsN 2 Palangka Raya
- Usaha penjualan sepatu olahraga futsal

Senin, 11 April 2011

Dari UAS, Menatap Target Kelulusan 100 Persen di UN



Sejak kemarin (11/4), sekolah-sekolah dasar di Kalteng serentak menggelar UAS. Sejumlah SD memanfaatkan ujian ini untuk mengevaluasi kesiapan siswa menghadapi UN, 10-12 Mei 2011 mendatang.

Sebuah sepeda motor meluncur deras memasuki halaman Rintisan Sekolah Dasar Bertaraf Internasional (RSD-BI) SDN Percobaan Palangka Raya, Senin (11/4). Dari boncengan sepeda motor, seorang gadis cilik turun setengah melompat.
Tasya, demikian murid kelas 6 B SDN Percobaan Palangka Raya itu biasa disapa, memang harus bergegas. Ia sudah terlambat beberapa puluh menit untuk bergabung dengan teman-teman sekelasnya. Kekeliruan membaca jadwal membuat Tasya menjadi salah satu di antara 93 murid kelas 6 SDN itu yang terlambat tiba.
Usai melapor, ia pun lekas memasuki ruang kelas, bergabung dengan murid-murid lainnnya yang sudah lebih dulu bercengkrama dengan lembar soal-soal dan jawaban. Hari itu, hari pertama digelarnya Ujian Akhir Sekolah (UAS) untuk seluruh SD di Palangka Raya.
Di SDN Percobaan, prosesnya UAS berlangsung tertib dan lancar meski sempat terjadi kesalahan asumsi tentang penggunaan penanda jawaban. Biasanya, ujian sekolah ataupun nasional selalu menggunakan pensil 2B untuk penanda jawaban.
Sesuai kebiasaan itu, di hari pertama proses ujian tersebut seluruh murid SDN Percobaan juga telah sedia dengan pensil 2B di tangan. Namun, jelang waktu pembagian lembar soal, mendadak jajaran guru menerima arahan dari Dinas Pendidikan bahwa untuk menandai jawaban harus menggunakan pulpen. Tak ingin menunggu lama, puluhan pulpen yang didrop dari koperasi sekolah pun dibagikan kepada murid yang tak menyiapkannya sejak berangkat dari rumah.
UAS merupakan fase ujian akhir bagi setiap murid selama mengikuti proses pendidikan di sekolah. Nilai yang diraih setiap murid nantinya akan tertera di daftar nilai evaluasi belajar tahap akhir mereka. Setelah UAS selesai, barulah para murid dihadapkan pada Ujian Nasional (UN), sebagai salah satu penentu kelulusan mereka.
Berbeda dengan tahun-tahun lalu di mana UN merupakan patokan utama kelulusan murid, kini faktor penentu kelulusan lebih diperluas. Sesuai ketentuan Kemen Diknas, materi soal UN yang dulu dibuat sepenuhnya oleh pihak pusat kini juga dipadukan dengan daerah.
Selain itu, kelulusan juga ikut ditentukan hasil ujian murid dari semester VII hingga XI. Tambahan lagi, murid juga dianggap layak lulus apabila selama menjalani masa pendidikan di sekolah dapat menujukkan karakter moral dan akhlak yang baik.
Kendati tak lagi sepenuhnya menentukan kelulusan murid, jajaran pendidik di SDN Percobaan tetap menganggap UN sebagai proses yang penting. Mereka tak ingin terlena terhadap perubahan mekanisme kelulusan murid yang semakin mudah. Pihak guru sepakat, jangan ada seorangpun murid yang gagal mencapai nilai rata-rata minimal UN yang kini dipatok 4,25.
Tingkat kelulusan pun ditarget 100 persen. Untuk itulah, ujian sekolah yang diisi dengan delapan mata pelajaran akan dijadikan patokan guru SDN Percobaab dalam mempersiapkan murid-muridnya menghadapi UN.
”Dari hasil ujian akhir sekolah ini, nanti kita evaluasi nilai-nilai seluruh murid, terutama pada tiga mata pelajaran yang akan diujikan di UN,” kata Kepala Sekolah SDN Percobaan Inalili, melalui Wakil Kepala Sekolah Bidang Humas Siti Hadiah SPd.
Diterangkannya, tiga mata pelajaran yang akan mendapat prioritas pengawasan karena akan diujikan di UN itu antara lain Agama, Bahasa Indonesia, dan Matematika. ”Kita akan lihat nilai setiap murid terutama pada tiga pelajaran itu. Mungkin akan ada prioritas pengajaran tambahan untuk siswa yang nilainya di ujian sekolah masih di bawah standar,” sebut Siti.
Dari pantauan Tabengan, hari pertama proses ujian akhir sekolah di SDN Percobaan ini disambut antusias seluruh peserta. Kegiatan diawali dengan upacara pembacaan doa bersama secara bergilirian, sesuai agama yang dianut murid-murid.
”Kegiatan doa bersama ini sudah menjadi rutinitas murid yang kita budayakan di sekolah ini. Kita ingin, mereka tidak hanya menyerap materi pendidikan agama, tapi juga mampu menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari,” tambah Siti.
Ada pun mata pelajaran yang diujikan antara lain Bahasa Indonesia, Agama, matematika, BKE, IPA, Bahasa Inggris, PSPB, Muatan Lokal (Mulok), dan Teknik Informasi Komunikasi (TIK).
Di sekolah-sekolah dasar lainnya di Palangka Raya, hari pertama ujian akhir sekolah juga berlangsung lancar. UAS memang digelar serentak tak hanya di palangka Raya, namun juga di seluruh Kalteng. Terdata, sebanyak 3917 murid SDN yang tersebar di 125 SDN di Palangka Raya menjadi peserta UAS. saripudin

Minggu, 10 April 2011

Ir Soekarno-Tjilik Riwut, Satu Visi Wujudkan Palangka Raya



Palangka Raya dijadikan ibukota Negara? Wacana itu terus mengemuka belakangan ini, seiring makin sumpeknya Kota Jakarta. Sebagai sebuah wacana, wajar jika kemudian mengemuka berbagai argumen pro dan kontra. 

     Di balik silang pendapat itu, menarik ditilik sejarah berdirinya Kota Palangka Raya, lebih dari setengah abad silam. Lahirnya Kota Palangka Raya sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Tengah (Kalteng) tak bisa dilepaskan dari sepak terjang dan pemikiran dua tokoh pejuang bangsa.
      Keduanya adalah, Ir Soekarno, presiden pertama Republik Indonesia, dan Tjilik Riwut, pejuang sekaligus salah satu penggagas berdirinya Provinsi Kalteng.
      Dalam buku karya Kolonel Inf Judy Harianto yang diberi judul Catatan Seorang Tentara-Mewujudkan Mimpi di Bumi Tambun Bungai, diungkap adanya kesamaan visi antara kedua teladan tersebut.
    Judy Harianto yang merupakan mantan Komandan Korem 102/PJG mencatat, Bung Karno dan Tjilik Riwut memang memiliki kedekatan sejak masa pergerakan mempertahankan kemerdekaan RI.
      Di bab pertama bukunya yang diterbitkan Juni 2009 itu, Judy menerangkan, Bung Karno sebagai tokoh pendiri negeri lebih banyak berjuang melalui jalur diplomasi. Sedangkan Tjilik Riwut lebih banyak terlibat di pertempuran secara langsung, termasuk melawan tentara NICA saat menduduki sejumlah wilayah di Pulau Kalimantan.
     Ketika kemerdekaan RI diproklamirkan, masyarakat di wilayah Kalteng terlambat menerima kabar bersejarah tersebut. Maklum, saat itu memang belum ada fasilitas komunikasi seperti radio, kawat, dan sebagainya di tempat ini.
     Pemerintah RI yang berkepentingan menyebarluaskan  kabar tersebut ke seluruh pelosok negeri lantas meminta Gubernur Kalimantan (saat masih berkedudukan di Yogyakarta) segera berkunjung ke Kalimantan guna menyebarkan berita tentang kemerdekaan.
     Sayang, upaya itu gagal setelah Kapal Merdeka yang digunakan rombongan ditembak pasukan sekutu, 10 November 1945. Beruntung awak kapal selamat dalam insiden itu.
     Disebutkan Judy, dalam misi tersebut, ikut serta seorang anggota satuan palang merah yang merupakan putra Dayak Kalteng asal Katingan. Ia tak lain adalah Tjilik Riwut.
     Saat itu, Tjilik Riwut juga tercatat sebagai anggota ’Lasjkar Anak Seberang’ yang berkedudukan di Yogyakarta. Sebagai pejuang yang aktif di berbagai organisasi pergerakan, tak mengherankan jika Tjilik Riwut dekat dengan Soekarno, Jenderal Soedirman dan Suryadarma.
     Misi yang gagal tersebut kemudian dilanjutkan dengan ekspedisi para pejuang menuju Kalimantan dengan sandi operasi “MN 1001 TRI”. Tjilik Riwut dipercaya untuk memimpin ekspedisi itu ke Kalimantan, dengan tujuan menggelorakan semangat perlawanan rakyat terhadap penjajah Belanda.
     Pada 17 Oktober 2010, ekspedisi berikutnya dijalankan. Yakni, operasi terjun payung sejumlah pejuang dengan menggunakan pesawat Dakota RI-2. Tugas memimpin tim yang diberangkatkan ke daerah Kotawaringin ini  kembali dipercayakan ke pundak Tjilik Riwut yang ketika itu berpangkat Mayor.
      Sejumlah pejuang berhasil mendarat dengan selamat di Kampung Sambi, Kotawaringin, ketika itu. Operasi penerjunan payung pertama di Indonesia itu kemudian dicatat dalam tinta emas sejarah perjuangan bangsa. Pemerintah bahkan menetapkan tanggal terjadinya peristiwa itu  sebagai hari jadi Pasukan Khas (Paskhas) TNI-AU.

Rencana Ibukota Negara
      Bertolak dari berbagai peristiwa tersebut, Tjilik Riwut lantas memiliki akses ke pemerintah pusat yang dipimpin Bung Karno. Konetivitas itu digunakan Tjilik Riwut dalam upaya mendukung terbentuknya Provinsi Kalteng. Perjuangan pembentukan provinsi Kalteng agar berdiri dan lepas dari wilayah otonom Kalsel merupakan keinginan seluruh lapisan masyarakat Bumi Tambun Bungai.
     Setelah melalui proses yang panjang dan melelahkan, desakan untuk membentuk Provinsi akhirnya disetujui Presiden Soekarno. Keberadaan Provinsi Kalimantan Tengah sebagai provinsi ke-17 di Indonesia diatur dalam Undang-Undang Darurat Nomor 10 tahun 1957, tertanggal 23 Mei 2010. 
      Atas berbagai pertimbangan, akhirnya perwakilan pemerintah pusat serta tokoh-tokoh di daerah sepekat untuk menjadikan Kota Palangka Raya—awalnya hanya dusun kecil bernama Pahandut di tepi Sungai Kahayan—sebagai ibukota provinsi.
     Dari sumber dan literatur lain yang dikumpulkan penulis, Pahandut merupakan daerah paling tengah dari wilayah geografis Provinsi Kalteng. Selain itu, Pahandut juga merupakan desa ke-17 yang ada di sisi Sungai Kahayan, dihitung dari muara sungai.
       Keunikan sekaligus kekaramatan angka 17 bagi masyarakat Indonesia serta Kalteng pada khususnya, hanya merupakan salah satu faktor pendukung penetapan Pahandut sebagai ibukota provinsi.
     Selain itu, terdapat sejumlah faktor pendukung lain hingga Pahandut kemudian ditunjuk sebagai ibukota provinsi. Salah satunya adalah untuk mendamaikan silang pendapat masyarakat Kalteng yang berada di bagian timur dan barat. Kedua kelompok masyarakat di dua wilayah itu mengklaim, wilayahnyalah paling tepat dijadikan ibukota provinsi baru ini. Alhasil, dipilihlah satu wilayah yang berada tepat di tengah-tengah, yakni Pahandut.
      Dusun Pahandut yang kemudian berganti nama menjadi Palangka Raya kala itu memiliki karakter wilayah berupa hutan belantara. Dalam proses penetapan yang kemudian dilanjutkan dengan pembangunan kota inilah kesamaan persepsi antara Ir Soekarno dan Tjilik Riwut terlihat.
      Tjilik Riwut sejak lama memang menyimpan obsesi untuk membuka satu wilayah hutan di Kalteng menjadi daerah yang maju. Dengan berdirnya Palangka Raya, impian itu berhasil ia wujudkan.
      Setali tiga uang, Ir Soekarno juga punya niatan serupa. Sebagai kepala Negara, ia juga berharap pemerintah yang dipimpinnya mampu membangun satu daerah atau kota baru di Indonesia, yang benar-benar dibangun oleh tangan-tangan putra ibu pertiwi.
       Seperti diketahui, sejumlah kota di Indonesia sudah terbentuk jauh sebelum Negara Kesatuan Republik Indonesia ada. Ibukota Jakarta misalnya, kota yang cikal bakalnya merupakan kawasan pelabuhan Sunda Kelapa ini sudah ada sejak abad 12 masehi di bawah kekuasaan Kerajaan Pajajaran.
      Dalam kerangka berpikir Ir Soekarno, Palangka Raya tak hanya dibentuk dengan orientasi sebagai ibukota provinsi. Soekarno bahkan memproyeksikan kota ini kelak dijadikan ibukota pemerintahan Indonesia. Pasalnya, dalam sumbu imajiner Soekarno, Kota Palangka Raya berada tepat di tengah-tengah wilayah Indonesia.
      Agar kelak siap menjadi ibukota Ibu Pertiwi, Bung Karno mendesain sendiri tata letak pengembangan Kota Palangka Raya. Latar belakang insinyur yang dimilikinya memudahkan Soekarno untuk mengatur rancangan pembangunan kota.
      Pola jaring laba-laba lantas ditetapkan Soekarno sebagai kerangka dasar pengembangan Kota Palangka Raya. Dalam desain itu, Bundaran Besar dijadikan titik pusat pengembangan kota.
      Judy Harianto menambahkan catatannya, keinginan Ir Soekarno itu bukanlah rencana setengah hati sang kepala negara. Ir Soekarno menunjukkan komitmennya dengan terus memantau perkembangan pembangunan Kota Palangka Raya.
      Bukti keseriusan Ir Soekarno ditunjukkannya lewat dua kali kedatangannya ke Palangka Raya. Pertama, ia datang untuk melakukan penandatanganan dan pemancangan tiang pertama pembangunan Kota Palangka Raya, 17 Juli 1957.
      Kedatangan kedua Bung Karno terjadi pada 9 September 1959. Kala itu, ia datang untuk meninjau khusus proses pembangunan infrastruktur Kota Palangka Raya. saripudin

Jumat, 08 April 2011

Kau Tak Slalu Bisa Punya Yang Kau Inginkan

Bismillahirrahmaanirrahim. Assalamu alaikum Wr.Wb

"Kau tak slalu bisa punya yang kau inginkan..."     
     Penggalan kalimat itu merupakan bait dari lagu So7 dalam lagu berjudul Tunggu Aku di Jakartamu. Tak banyak mungkin yang suka dengan salah satu lagu di album Kisah Klasik Untuk Masa Depan itu. Tapi, untukku maknanya dalam sekali. Terutama pada bait syair tersebut.
     Secara faktual, tak ada kesamaan antara hidupku dan jalan cerita lagu itu. 'Penyamaan' barangkali kupatok pada kata per kata. Ada kata "Jakarta" yang kuartikan sebagai obsesi terbesarku. Ada "gitar" alat musik yang slalu menjadi temanku sepanjang 15 tahun terakhir, meski aku tetap tak terampil memainkannya. Ada "rindu" yang kutujukan slalu pada pahit manis masa lalu, pada sahabat-sahabat terbaikku, pada saudara-saudaraku, dan padamu, inspirasiku.
     Dan, "kau tak slalu bisa punya yang kau inginkan" laksana rem cakram dalam roda hidupku. Tanpa itu, aku takkan pernah mensyukuri apapun yang kumiliki saat ini sebagai karunia Allah SWT kepadaku. Ya, Dia telah memberikan semuanya kepadaku. Bahkan, lebih dari yang kuminta dan kubayangkan dulu.

===
     
      Di blog ini, semoga kelak akan ada banyak posting lanjutan tentang aku, lingkunganku, jalan hidupku, dan masa laluku. Tujuan utama pembuatannya memang untuk mendokumentasikan jurnal berita dan foto sesuai pekerjaanku.
      Blog ini bukan saja kuartikan penting untukku. Meski sederhana, blog ini merupakan manifestasi dari bentuk penhargaanku kepada Allah SWT Sang Maha Pencipta, kedua orangtuaku, kakak-kakak dan keluargaku, guru-guru dan teman-teman sekolahku, sahabat sepermainanku dulu, media tempat kerjaku (terkhusus SKH Palangka Post), senior dan rekan-rekan kerja sekaligus saudara angkat yang dengan tulus berbagi ilmu, juga kamu, sahabat sekaligus saudara tercinta yang tak pernah lelah menginspirasiku.
      Untuk kalian, blog ini kubuat. Kutunggu slalu senyumanmu...
 

Wassalam
Heart Of Borneo, April 9, 2011 2:02 AM